Rabu, 21 Oktober 2015

TUGAS KELOMPOK KEWIRAUSAHAAN( 5 PENGUSAHA DAN CARA SUKSESNYA)



TUGAS KELOMPOK KAMBOJA

Tugas Kewirausahaan







5 Pengusaha Sukses Dengan Cara Menjalankanya dan Kemampuannya Dalam Berwirausaha


Nama Kelompok kamboja:
Alfi Syifa Muthia (50214801)
Mohammad Iqbal (56214799)

2DF01
Pengusaha RANDOL
(Raja Cendol)


Namanya Danu Sofwan, seorang pengusaha muda tengah naikan kasta minuman cendol. Sedari muda sudah punya jiwa kewirausahaan itulah Danu.Tak mau cuma menjadi konsumen saja lah.Sifatnya ini juga berlaku untuk bisnis cendol miliknya.
Banyaknya minuman asing masuk ke Indonesia membuatnya tersentuh. Dia tak mau cuma jadi pasar bagi produk lain. Padahal di Indonesia sendiri banyak minuman asli yang enak rasanya.Bermodal kesukaan jajan kuliner dimulailah usahanya.

Ketika dirinya menikmati minuman bernama Bubble Tea. Di suatu hari, ia berpikir kenapa kita begitu suka minuman asing tersebut. Kerisauannya akanminuman asing tak membawanya ikut- ikutan berbisnis minuman asing seperti Bubble Drink atau pun Capucino Cingcau. Dia justru melirik cendol sebagai sasarannya.


Diajaknya dua orang teman bekerja sama memulai bisnis cendol. Mereka bertiga, pertama- tama, memulai dengan mengamati atau mengobservasi terlebih dahulu.Mulai berjalan- jalan mencari- cari resep cendol dan akhirnya mereka menemukan.Mereka berjalan ke berbagai daerah belajar cendol. Danu mencari tau dari bagaimana membuat cendolnya, lalu mencicipi aneka susu yang bisa dicampurkan cendolnya. "Kita enggak pakai santan, tapi diganti susu UHT," jelas Danu.
Dani secara otodidak belajar bagaimana membuat. Dia juga belajar otodidak loh soal bagaimana cara untuk waralabanya.

Inovasi cendol

Secara sengaja Danu memang merubah santan menjadi susu. Alasannya, karena susu sudah jadi tren masa kini untuk dicampur di minuman- minuman asing. Selama tiga hari, Danu dan kedua kawannya jadi mabuk, mereka mabuk mencoba- coba aneka merek susu. Ada 15 merek susu yang cocok untuk disatukan dengan cendol dan topping miliknya. Segala proses dilaluinya sebelum benar- benar dibuatnya untuk masyarakat. Modalnya sekitar 13 juta, Danu mendirikan satu gerai saja, yaitu di Pondok Kelapa, Bekasi.

Tak disangka responnya mengejutkan dirinya.Antrean pembeli ternyata cukup panjang di hari pertama saja.Hal tersebut membuatnya makin percaya diri.Dia lantas mengunggah foto- foto hasil kerja kerasnya yang sukses di media sosial. Langsung, tanpa tedeng aling- aling, dirinya menawarkan kerja sama untuk waralaba atau franchise langsung. Nama usahanya itu Randol atau Raja Cendol.
Waralaba Randol dipatoknya cukup terjangkau.Yaitu Rp.6 juta untuk indoor dan Rp.8 jutaan untuk outdoor -nya. Murahnya franchise tanpa fee ataupun success fee. Ini berarti penghasilan kamu 100% untungnya akan kembali ke kamu. Randol menyasar untuk pembelian bahan bakunya saja.Danu mengaku santai bahwa nanti pihaknya tak mengambil untung besar. Bahkan tidak untuk pembelian bahan baku jadi tenang buat kalian yang mau bergabung.
Pemasaran Randol pun difokuskan di sosial media. Danu bahkan sudah punya tim khusus mengurusi sosial media. Untuk meningkatkan brand- awareness atau kesadaran akan merek dan kualiatas produknya. Danu sangatlah aktif memperkenalkan mereknya sendiri.Salah satu yang terunik ketika Danu mengadakan lomba selfi bareng Randol. Selain itu ada pula pengembangan aneka rasa dan juga penggunaan nama unik. Sebut saja ada Kejendol atau keju cendol dan Sundol Bolong atau Tiramisu cendol.

Danu juga mempertahankan tradisi mengunjungi franchisor. Para franchisor akan dipertemukan dan saling bertukar pikiran. Saling berbagi bagi mereka yang penjualannya banyak ataupun penjualannya sedikit.Untuk para franchisor di setiap gerai bisa menghasilkan Rp.2- 3 juta per- hari.Ternyata usaha Danu bisa masuk ke kalangan menengah atas.Danu juga aktif mengikuti pameran waralaba.Melalui pameran bisa untung sampai Rp.15 juta per- hari.Randol pun dipersiapkan untuk menjajah Malaysia olehnya.


Pengusaha Tahu Jeletot




Berawal sebagai sales manager di salah satu bank asing, Rudi Parlinggoman Sinurat lalu berubah haluan menjadi penjual tahu isi pedas pada 29 Februari 2012.Depok adalah pusat jajanan di Jabodetabek, kebetulan dia dan istri juga sudah menjalankan usaha kuliner yang dibeli secara waralaba dari Jawa Tengah seharga Rp30 juta.

“Resep yang kami gunakan untuk Tahu Jeletot Taisi rasanya memang pedas, gurih, dan mantap. Itu kami dapatkan setelah uji coba selama satu bulan di rumah bersama dengan istri saya, Rosie,”
Rudi dan istri menjualnya ke teman-teman seraya terus melakukan penyempurnaan resep yang akhirnya didapat saat memiliki kios di bulan pertama.Sampai sekarang resep ini adalah salah satu rahasia sukses usahanya.
“Saya isi dengan irisan kol, wortel, dan cabai rawit merah yang sudah dikupas dan dicuci bersih.Tahu yang sudah diisi, saya masukkan ke adonan tepung terigu yang juga sudah diberi bumbu.Jadi, rasanya memang benar-benar gurih dan super pedas,” tambahnya.
Bumbu Tahu Jeletot Taisi dibuat pagi hari untuk dijual siang hari. Para pekerjanya diharuskan memakai penutup kepala dan masker selama proses produksi Tahu Jeletot Taisi. Tahu ini juga hanya bertahan satu hari karena sama sekali tidak memakai bahan pengawet.
Selain bumbu, rahasia sukses Tahu Jeletot Taisi adalah bahan bakunya berupa tahu sumedang yang sudah dikenal enak dan banyak orang menyukainya.Bahkan, tahu sumedang terasa enak meski tidak dibumbui. Dan dengan tekstur berongga, bumbu isian tahu akan sangat meresap sehingga menghasilkan rasa pedas-gurih yang mantap.

Dalam tempo enam bulan, Rudi sudah mempunyai lima cabang yang semuanya berada di Depok.Menurutnya, Tahu Jeletot Taisi memiliki kemasan eksklusif dengan dus untuk pembelian 10 biji. Keunggulan lainnya dalam sisi pemasaran yang tidak hanya mengandalkan cara tradisional alias menggunakan gerobak.
“Kami punya website tahujeletot.com. Kami juga menggunakan media sosial twitter @tahu_jeletot dan facebook Tahu Jeletot Taisi sejak setahun terakhir. Orang kita memandang online shop pamornya beda. Dan, kalau suatu produk sudah masuk di sosmed, tampilannya beda dibanding yang tidak,” papar Rudi.
Rudi melayani sistem pesan antar hingga radius 25 km. Biayanya Rp25 ribu untuk pemesanan minimal 20 biji Tahu Jeletot Taisi.Dan sebagai inovasi menghadapi persaingan, Rudi berencana membuka kedai mini Tahu Jeletot Taisi yang menawarkan beragam menu makanan dan minuman.

Tahu Jeletot Taisi kini memproduksi 8.000-10 ribu biji tahu setiap harinya. Tahu Jeletot Taisi pun kini memiliki 100-an cabang di seluruh Jabodetabek sejak Rudi dan istri mulai membuka sistem waralaba (mikro) atau kemitraan pada awal 2013. Dengan nilai investasi Rp10 juta, pembeli waralaba Tahu Jeletot Taisi sudah dapat booth berupa gerobak aluminium lengkap dengan peralatan masak dan bahan baku 100 biji tahu serta seragam dua potong. Mereka juga diberi pelatihan di awal terkait cara menggoreng tahu untuk mendapatkan hasil yang baik.
Kunci sukses bermitra dengan Tahu Jeletot Taisi, tambah Rudi, adalah dengan menerapkan aturan secara konsisten, misal gerobak dijaga bersih, hasil gorengan bagus, pelayanan baik, seragam dipakai, dan sebagainya. Bila demikian, Rudi mengatakan bahwa mitra usahanya bisa balik modal kurang lebih 3-4 bulan.
Rudi memang menjaga standar kebersihan Tahu Jeletot Taisi hingga mendapatkan sertifikat higienis dari Dinas Kesehatan Kota Depok.Usahanya dilengkapi pula dengan sertifikat halal dan izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT).Tahu Jeletot Taisi bahkan pernah mendapatkan Indonesia Creative Service Quality Award 2015 sebagai The Most Favorite Food & Quality Product of The Year. (fyu)


Pengusaha MNC Media

Belakangan nama Hari Tanusoedibyo banyak disebut-sebut sejak keluarnya bos MNC Group ini dari partai besutan Surya Paloh, Nasdem. Dan kini HT berlabuh di Hanura. Hampir semua pengusaha di Indonesia tentu mengenal pengusaha kelahiran Surabaya 26 September 1965 ini. Bagaimana cara sukses Hari Tanusoedibyo juga patut kita simak dan pelajari. Pria yang meraih gelar Master of Business Administration-nya di Ottawa University Canada ini patut dijadikan inspirasi.

Di tahun 2002 beliau ditunjuk sebagai Presiden Direktur untuk PT Global Mediacom Tbk. Sebelumnya pria yang tidak duduk di satu perusahaan ini sudah menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris untuk perusahaan yang sama. Pada tahun 1989 beliau menjadi pendiri, Grup PT Bhakti Investama Tbk yang sekaligus sebagai pemegang saham dan Presiden Eksekutif.

Pada tahun 2003 beliau juga menjadi Presiden Direktur untuk PT Rajawali Citra Televisi Indonesia yang merupakan salah satu Channel televisi terbesar di Indonesia. Selain itu beliau juga diangkat sebagai Komisaris PT Mobile-8 Telecom Tbk, Indovision, serta berbagai perusahaan yang bernaung di Global Mediacom serta Bhakti Investama. Pria yang pernah menjabat bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia ini mengaku dirinya bisa menggenggam kesuksesan hingga kini karena selalu menekankan pada 4 prinsip.

Berikut 4 cara sukses Hari Tanusoedibyo :

Yang pertama adalah “Think Big”, anak muda Indonesia jika ingin maju harus berpikir secara meluas dan jauh ke depan serta mengikuti arus trend yang terjadi. Dengan contoh pilihannya berekspansi ke televisi kabel dan televisi satelit, keyakinan akan pilihannya terbukti benar dengan jumlah pengguna televisi satelit dan kabel kini meningkat pesat.

Cara sukses Hari Tanusoedibyo yang kedua adalah, Focus on Quality. Pilah-pilah usaha yang bagus dan memiliki prospek yang ada di sekitar kita. Kemudian pelajari bidang apa yang bisa kita kembangkan dan optimalkan. Untuk jadi seorang pengusaha sukses anda harus berani sedikit berspekulasi dan berani menanggung resiko. Karena dalam berbisnis tidak ada yang pasti dan stabil, jika mau stabil maka jadilah pegawai saja.

Jika kita sudah memiliki ide besar untuk diwujudkan kita harus segera mencari cara dan berusaha mewujudkannya, jangan menunggu dan menunda hal yang sebenarnya bisa dilakukan saat ini. Kecepatan dalam bertindak mutlak dilakukan agar tidak didahului oleh pesaing lainnya. So kecepatan adalah cara sukses Hari Tanu berikutnya. Jangan terlalu banyak berpikir dan menimbang-nimbang, bisnis bukan ilmu pasti.

Cara sukses Hari Tanu yang terakhir adalah bagaimana seorang pengusaha memanfaatkan momentum. Hary mengatakan, saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada masa 1998–2002, banyak kalangan pesimis dan tidak mau berinvestasi. Saat orang lain memilih pindah ke luar negeri, dia memilih tinggal di Indonesia. Krisis dilihatnya sebagai momentum yang pas untuk melangkah. Di saat pengusaha lainnya menjual aset dia justru membeli. ”Kalau pada 2002 saya tidak memanfaatkan momentum dengan baik, tidak ada global media seperti saat ini,” paparnya. Dikatakannya, selama 10 tahun menekuni dunia bisnis media, bisnis media yang digelutinya sudah berkembang dengan pesat. “Bisa saya katakan, MNC selama 10 tahun ini luar biasa besar di Indonesia dan sudah mapan.” Hary juga meyakini media saat ini akan mengalami.pergeseran ke new media (internet). “Tidak tahu kapan pastinya tapi akan bergeser,” ujarnya.








Pengusaha Distro Bloop&Endorse

Bebek Ginyo Dejons Burger





Selain Kemang, empat tahun terakhir kawasan Tebet juga menjadi area kongko anak muda di Jakarta Selatan.Tepatnya di Jl. Tebet Utara Dalam yang panjangnya sekitar satu kilometer, yang selalu tampak macet, apalagi di akhir pekan.Di kiri-kanan jalan itu bermunculan sejumlah distribution outlet (distro) dan rumah makan yang dijadikan ajang kumpul-kumpul, makan siang karyawan dan wisata belanja.Kehadiran para artis berbelanja menambah keramaian itu. Menariknya, dari sekian banyak distro yang berjejer di sana, ternyata mayoritas dimiliki oleh keluarga Kardjono.
Di bawah payung PT Endorsindo Makmur Selaras (EMS), keluarga ini menaungi seluruh bisnisnya yang dibesut sejak 2003, mulai dari distro Bloop, distro Endorse, RM Bebek Ginyo, kedai DeJons Burger, dan sebagainya. Usaha ini mempekerjakan 70 karyawan dan menggandeng lebih dari 100 pemasok.
A. Kardjono tidak sendiri dalam menjalankan roda bisnis EMS. Ia mengaku hanya sebagai supporting dan mediator. Ketiga anaknyalah yang berperan besar dalam membesarkan usaha.Mereka adalah Martin Sunu Susetyo (Martin), Berto Saksono Jati (Berto), dan Theresia Alit Widyasari (Sari).Di tangan ketiga anaknya yang masih muda dan gigih menghadapi risiko, mereka berani jatuh-bangun membangun bisnis baru.Sebaliknya, Kardjono yang sebelumnya adalah profesional di perusahaan media lebih konservatif menjajal hal baru dalam bisnis.
Minat dan kemauan tinggi adalah nilai tambah yang dimiliki ketiga anak pasangan Kardjono dan F.R. Siwi itu. “Anak-anak saya dari kecil terlihat minatnya dalam berwirausaha,“ ujar pria kelahiran Yogyakarta 10 Mei 1949 itu. Selain itu, ketiga anaknya memiliki kemampuan di bidang masing-masing.Katakanlah Martin, menonjol dalam urusan pengadaan barang, lalu Berto piawai mengurusi produksi, dan Sari kreatif dalam masalah desain pakaian.
Keluarga Kardjono mengawali debut bisnisnya di bidang distro pada September 2003.Idenya muncul dari Berto.Dengan modal Rp 50 juta dibukalah distro Bloop.Barang-barang yang dijual berasal dari pemasok Bandung yang transaksinya secara beli putus. Tak dinyana, dalam hitungan bulan distro ini laris manis, sehingga memicu kehadiran lima kompetitor yang tak rela legitnya kue bisnis distro hanya dikuasai oleh keluarga Kardjono. Seolah-olah tak mau kalah, keluarga
“Kami buat seolah-olah Bloop dan Endorse bersaing,“ ujar Martin. Awal 2004, Martin juga mulai membuat merek sendiri.Sekarang distro mereka memiliki beberapa merek pakaian, seperti Endorse, Bloop, Major, dan Babo.
Produk Bloop dan Endorse membidik segemen menengah.Untuk sepotong kaus dibanderol Rp 75-200 ribu.Produk aksesori bervariasi harganya.Yang jelas, lebih dari 100 merek yang dipajang di kedua distronya itu.Kaus adalah produk yang paling banyak dibeli.Satu gerai bisa menjual sekitar 500 potong kaus/hari atau sekitar 15 ribu potong/bulan.Ini belum termasuk omset distributor dari luar daerah yang membeli putus baju-baju dengan merek buatan Martin. “Kami punya rekanan yang membeli putus dari daerah sekitar 5 ribu potong per bulan,“ imbuh pria lulusan GS Fame Institute of Business, Jakarta ini. Asyiknya, menjelang Lebaran omset naik sampai tiga-empat kali lipat.
Menurut Martin, ada beberapa alasan yang membuat distronya tak pernah sepi pembeli. Ia mengaku kebetulan punya sejumlah teman artis sinetron. Teman-teman artis ini sering diajaknya nongkrong di distro, seperti Natalie Sarah, Nirina Zubir, dan Peggy Melati Sukma.Alhasil, orang-orang yang berkunjung ke distronya sering menjumpai para artis tersebut.
Setelah dari mulut ke mulut para artis, rupanya nama Bloop dan Endorse mulai terdengar di kalangan media. Kali ini giliran beberapa majalah remaja tertarik meminjam pakaian untuk sesi foto.Majalah distro Sueve dari Bandung juga dimanfaatkan untuk promosi.Di majalah beroplah 10 ribu eksemplar itu memuat katalog berbagai produk yang tiap edisi menampilkan koleksi dari sekitar 50 distro di Bandung dan Jakarta.Tak hanya itu. Popularitas Bloop dan Endorse pun mulai tercium di lingkungan rumah produksi, misalnya MD Entertainment, Avant Garde, Sinemart, juga Extravaganza Trans TV yang ikut-ikutan bekerja sama dengan Bloop dan Endorse.
Martin menggandeng pula para penyanyi.Beberapa artis Indonesian Idol, seperti Ichsan dan Dirly disponsorinya. Juga, grup band seperti Ada Band, Peterpan, Naif dan Nidji, memakai pula produk distronya. “Kami melakukan kerja sama kemitraan secara pribadi, bukan dengan manajemen artisnya,” ungkap lelaki kelahiran Jakarta 8 Maret 1979 itu.Bahkan, ada grup band tertentu yang secara rutin diberi pakaian koleksi distronya Martin.Paling tidak ada 150 potong pakaian setiap bulan dialokasikan untuk promosi.
Karena produk distro Bloop dan Endorse makin terkenal, maka pemasarannya pun menembus hingga ke luar Jakarta. Sebut saja Banjarmasin, Medan, Lampung dan Makassar.Bahkan, juga mulai merambah mancanegara.“Terakhir ada pembelian besar berasal dari Singapura dan Malaysia,” kata Martin dengan bangga.Saban bulan paling tidak 300-500 potong kaus yang disalurkan lewat agen tunggal Bloop dan Endorse di Malaysia dan Singapura.Buyer asing ini diduga Martin mengenal produknya dari TV yang menampilkan acara musik sejumlah band yang disponsorinya.
Martin mengatakan, dalam promosi pihaknya pernah menawarkan undian dua tiket nonton gratis Robbie Wiiliam di Bangkok.Setiap pembelian senilai Rp 100 ribu berhak satu kupon.Sayangnya, konser itu dipindahkan dari Bangkok ke Melbourne, Australia.Konsekuensinya, distronya mesti menanggung pembengkakan biaya dari jatah Rp 20 juta/orang menjadi Rp 100 juta/orang.
Sukses dengan bisnis distro, keluarga Kardjono tergelitik untuk mengepakkan sayapnya ke bisnis kuliner.Maka, dibukalah gerai DeJons Burger dan Nasi Bebek Ginyo.“Dulu, di sebelah Bloop ada warung steak, tapi sudah tutup,” ujar Martin. Lantaran khawatir bekas warung itu disewa orang lain untuk buka distro, maka Martin segera mengontraknya untuk dijadikan kafe kecil berlabel DeJons Cafe. “Selama ini yang mengelola usaha makanan ya Ibu,” kata Martin seraya menambahkan bahwa dalam perkembangannya kafe itu sepi.Nah, ketika bisnis burger booming, kesempatan itu tidak disia-siakan Martin dengan berubah haluan dari kafe kecil menjadi DeJons Burger pada Februari 2006, dengan suntikan modal Rp 150 juta.Lalu suasana kafe diubah lebih modern dan mempekerjakan seorang koki yang andal.Hasilnya?Dalam sehari, sekitar 500 burger terjual, bahkan akhir pekan bisa lebih dari 1.000 burger ludes.
Untuk RM Bebek Ginyo, konsepnya adalah Indonesia kuno yang condong ke adat Jawa. Itulah sebabnya gaya interior resto dipenuhi lukisan dan gambar tempo doeloe, juga telepon engkol jadul (jaman dulu) menghiasi ruangan restonya itu. Begitu resto dibuka Mei 2007, dalam dua minggu pertama langsung tidak cukup menampung tamu.Kemudian area diperluas dari kapasitas 60 orang menjadi 100 tamu.Lagi-lagi, teman artis Martin dimanfaatkan untuk ajang promosi restonya.Misalnya Indra Birowo, Vira Yuniar, Teuku Ryan, Kerispatih dan lainnya, yang diundang saat pembukaan gerai.
Diakui Martin, sejatinya bisnis resto keluarganya tak selalu mulus. Pihaknya pernah harus “membuang” 100 ekor bebek gara-gara setelah dipotong, ternyata ukuran bebeknya terlalu kecil dan kurang layak dijual di Ginyo.Asal tahu saja, harga satu porsi masakan bebek (keremes, bakar, cobek, goreng, dan sebagainya) Rp 14 ribu.Satu bebek dipotong menjadi empat bagian tiap porsi.Dalam sehari, ada 400-500 ekor bebek yang dipotong. Ia menambahkan, di resto ini sekitar 60% pengunjung adalah kalangan keluarga, dan 40% anak muda.
Perjalanan bisnis Berto dan Martin pun pernah mengalami jatuh-bangun. Menurut Kardjono, dulu Berto pernah gagal merintis usaha distro di daearah Kelapa Gading, kedai martabak di kawasan Pulomas, serta lembaga pendidikan bahasa asing. Sementara Martin bercerita, setelah bekerja sebagai General Purpose Attendant di kapal pesiar milik Holland America Line, pernah menjajal bisnis sapi potong yang didatangkan dari Solo.Akan tetapi, gagal karena ditipu relasi dagangnya. Setelah itu ia mencoba usaha menjadi distributor rokok. Lagi-lagi kena tipu. Toh, ia tak kapok berbisnis. Berikutnya ia terjun ke bisnis tambak udang dan bandeng di Rengasdengklok. Dalam perkembangannya, usaha ini pun tekor karena tambaknya dipanen duluan oleh orang sekitar tambak.
Ya, pengalaman gagal berbisnis membuat Martin lebih berhati-hati.Langkah pertama yang diayunkan dalam merintis bisnis baru adalah mencari tempat strategis, yang akhirnya pilihan jatuh ke daerah Tebet.Pertimbangannya, di kawasan ini banyak lalu-lalang kendaraan.Keyakinannya kian mantap lantaran di kawasan Tebet sudah ada gerai ATM BCA.“Kalau ada ATM, pasti pihak bank sudah menyurvei bahwa tempat itu memang ramai,” ujarnya sembari menjelaskan apalagi banyak artis yang tinggal di daerah Tebet.
Dalam menghadapi kompetisi, Martin tidak menampik dirinya sempat panik juga.Menurutnya, di sepanjang jalan mangkal bisnisnya, kini ada empat kedai burger.“Awalnya kami khawatir pesaing akan memakan kue kami.Tapi, ternyata tidak.Justru kehadiran banyak kedai burger menjadikan jalan ini sebagai tempat wisata belanja,” tutur pengusaha muda yang mengaku kunci suksesnya terletak pada sikap yakin, fokus dan tekun itu.
Selain waspada terhadap gempuran pesaing, secara internal keluarga Kardjono juga menguatkan konsolidasi.Bagi-bagi tugas dilakukan secara profesional dengan anggota keluarga.Martin lebih banyak mengurusi produksi, sedangkan Berto justru lebih banyak menangani manajemen bisnis.”Kalau saya cuma sebagai penggembira,” tambah Kardjono yang memutuskan pensiun dini tahun 2005, karena diminta anak-anaknya sebagai penengah dan penasihat di bisnis keluarga itu.
Kardjono bersyukur atas usaha yang dimulai anak-anaknya. Sebab, kini di usia pensiun, ia punya kegiatan bersama keluarga. “Dari awal saya lebih pasif.Saya kan sudah bekerja lama sebagai profesional, jadi ngambil risiko itu agak takut, tapi anak-anak saya itu pemberani,” tutur pehobi nonton wayang ini. Yang jelas, ia ogah publikasi bisnis mereka terlalu gembar-gembor lantaran cemas dikejar orang pajak. “Wong kami ini mengelola usaha keluarga ya cukup untuk bayar utang saja kok,” kata Kardjono yang low profile ini berkilah.
Di mata karyawan, anggota keluarga Kardjono merupakan bos yang memiliki sifat kekeluargaan. Menurut Dwi, karyawan RM Ginyo, ia memang baru empat bulan bergabung di bisnis keluarga itu, tapi suasananya kondusif dan membuatnya betah. “Pak Kardjono juga sosok yang penuh pengertian, suka bercanda, detail terhadap kebersihan, dan mampu mengarahkan karyawan,” ujarnya memuji.
Untuk rencana bisnis ke depan, Martin mengatakan hendak berusaha memenuhi keinginan orang-orang, yakni membuka sistem waralaba. “Ada ke arah sana, tapi masih pikir-pikir dulu.Kami ingin setiap usaha ini punya cabang dulu di tempat lain, karena kami tidak mau jadi jago kandang,” kata Martin yang tergiur untuk membuka usaha tanaman hias.
Bagi Andre Vincent Wenas, yang terpenting dalam kelanggengan model bisnis distro dan resto adalah menciptakan trafik lebih dulu, yaitu lalu-lalang orang. “Bila distronya bagus, tempatnya enak, orang bisa sambil makan, kemudian juga dia bisa melihat-lihat bajunya,” ujar pengamat manajemen dan bisnis dari IPMI Business School ini.Menurutnya, harus ada sinergi dalam menciptakan trafik, sebagaimana yang terjadi di factory outlet Rumah Mode di Bandung.
Namun, Andre mengingatkan ketika trafik itu tercipta, orang mestinya bukan hanya bisa melihat baju ataupun mau makan.Melainkan, area itu bisa pula menjadi ajang orang-orang berkumpul ataupun tempat pertemuan.Misalnya, Citos (Cilandak Town Square) yang berhasil menjadi tempat kongko. Akan tetapi, dengan situasi seperti sekarang (Jl. Tebet yang sering macet), akan ada titik optimumnya. Pasalnya, orang-orang yang punya mobil akan mulai enggan datang karena tidak ada lahan parkir, sehingga pertumbuhannya akan terbatas sampai di situ. Jalan keluarnya, keluarga Kardjono perlu investasi lahan guna memperluas area parkir. “Juga, bisa memperpanjang waktu buka hingga 24 jam karena kalau malam jalanan sepi,” ia menyarankan.





Pemilik Waroeng Steak and Shake




Dalam 15 tahun terakhir, Jody Brotosuseno sudah mencoba berbagai usaha.Peruntungan berbuah di usaha kuliner dengan merek dagang Waroeng Steak and Shake. Kini, ia punya 50 gerai Waroeng Steak and Shake di sejumlah kota.Ia juga memiliki belasan gerai untuk unit usaha lainnya. Paling sedikit 1.000 pekerja mendapatkan kegiatan sekaligus penghasilan dari seluruh unit usahanya.Pencapaiannya hari ini tentu tidak diraih dalam semalam.Bersama istrinya, Siti Handayani alias Aniek, Jody berkali-kali merasakan jatuh bangun berbisnis. Hal itu bukan hal mudah karena modal mereka terbatas dan belum ada investor pada awal membangun usaha.Memang banyak orang pada awalnya tidak akan percaya Jody bekerja keras membangun bisnis. Hal itu tidak lepas dari latar belakang keluarganya, pemilik jaringan restoran Obonk Steak and Ribs.
Meski ayahnya, Sugondo, pemilik jaringan restoran yang punya lebih dari 60 gerai itu, Jody tidak mendapat perlakuan istimewa.Ia menerima gaji sebagai pegawai biasa di jaringan restoran tersebut. Apalagi Jody bertekad Mandiri sejak menikahi Aniek pada 1998.Dengan gaji itu, Jody dan Aniek tahu mereka butuh pendapatan lebih baik. Dengan ijazah terakhir setingkat SMA, sangat sulit mendapat peluang kerja jika harus melamar ke tempat lain. Jody dan Aniek akhirnya membulatkan tekad menjadi pebisnis.Agar bisa fokus, mereka sepakat meninggalkan bangku kuliah.Jody meninggalkan pendidikannya pada Jurusan Arsitektur, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, pada semester delapan.Sambil bekerja di Obonk, Jody mencoba berjualan aneka makanan. Awalnya berjualan susu segar, lalu roti bakar dan jus buah. Namun, bisnis itu terpaksa berhenti karena peralatannya banyak diambil orang.
Jody juga berjualan kaus partai politik.Pada Pemilu 1999, jumlah partai membengkak dari tiga menjadi 48 partai.Jody melihat peluang itu dan memanfaatkan dengan berjualan kaus berlambang partai politik.Hasil penjualan, antara lain, digunakan untuk mengontrak rumah di kawasan Demangan, Yogyakarta.Selepas pemilu, Jody dan Aniek berpikir lagi mencari tambahan.Kelahiran anak pertama, Yuga Adiaksa, membuat kebutuhan bertambah.Akhirnya pasangan itu memutuskan berjualan steik, seperti yang sudah dilakukan keluarga Jody.Namun, pasangan itu tidak meniru konsep Obonk Steak.Mereka memilih mahasiswa dan pelajar sebagai target pasar. Untuk merek usaha, mereka memilih nama Waroeng Steak and Shake. Gerai pertama dibuka di teras rumah mereka karena tidak ada dana untuk menyewa tempat. ”Saya pilih istilah warung untuk menegaskan pesan makan steik di sini tidak mahal,” ujar Jody seperti dilansir Harian Kompas.
Namun, mereka terbentur modal untuk memulai usaha.Kala itu, Jody dan Aniek hanya punya uang Rp 100.000. Akhirnya, Jody menjual motor dan hasilnya dipakai untuk modal awal Waroeng Steak. Ketika baru mulai, Jody mengurus dapur dan melayani pembeli, sementara Aniek menjadi kasir.Namun, warung itu tidak langsung ramai. ”Pernah sehari cuma dapat bersih Rp 30.000,” ujarnya.Pembeli masih sepi, antara lain karena warung itu belum terkenal. Selain itu, masyarakat juga masih menganggap steik makanan mahal.”Pembeli memberi masukan agar warung saya lebih disukai.Saya dengar masukan mereka,” ujarnya.

Jody membuat spanduk besar dengan warna mencolok di depan gerainya. Di spanduk dicantumkan harga steik yang murah.Ia juga mempromosikan warungnya lewat selebaran. Tidak butuh lama, warung Jody mulai ramai pembeli dari kalangan mahasiswa dan pelajar. ”Malah kami mulai kewalahan,” ujarnya.Kala itu, Waroeng Steak and Shake baru punya 10 hotplate dan lima meja. Saat ramai, tak jarang pembeli terpaksa menunggu meja kosong.Bahkan, Jody beberapa kali terpaksa mengambil hotplate setelah pembeli selesai makan tetapi masih duduk di meja. Sebab, hotplate akan dipakai untuk memenuhi pesanan pembeli lain.Pelan-pelan, Jody menambah peralatan. Ia juga merekrut pegawai untuk melayani pembeli yang semakin banyak. ”Setahun sejak buka di Demangan, kami membuka satu cabang lagi,” ujarnya.
Untuk pembukaan gerai kedua, Jody mengajak kerabat dan temannya menanam modal dengan pola bagi hasil.Pola itu dipakainya sampai gerai kedelapan.Di gerai kesembilan dan seterusnya, Jody mendanai sendiri.”Asal bisa menyesuaikan inovasi dengan kebutuhan pasar, bisa berkembang terus.Masukan pelanggan selalu kami perhatikan,” tuturnyMasukan pembeli tetap diandalkan dalam pertimbangan pengembangan usaha.Menu-menu baru dihadirkan untuk menyesuaikan permintaan pelanggan.Meski bermerek Waroeng Steak and Shake, gerai-gerai Jody juga menyediakan menu dengan bahan utama nasi.Padahal, steik biasanya disantap dengan kentang goreng.
Saat Waroeng Steak and Shake semakin berkembang, Jody kembali membuat keputusan untuk berkonsentrasi penuh.Ia tinggalkan Obonk agar bisa sepenuhnya mengurus Waroeng Steak and Shake. Sejak 2002, ia fokus mengembangkan Waroeng Steak and Shake yang terus menambah gerai.Konsentrasinya membawa hasil menggembirakan. Kini, ia mengelola 50 gerai Waroeng Steak and Shake di sejumlah kota. Ia juga membuka gerai aneka makanan dengan bendera Festival Kuliner. Bisnis kulinernya dilengkapi dengan Waroeng Penyetan dan Bebaqaran serta delapan gerai waralaba merek lain. Ia juga merambah bisnis olahraga dengan membuka arena futsal.
Namun, tidak semua dinikmati sendiri oleh Jody.Salah satu gerainya di kawasan Gejayan, Yogyakarta, didedikasikan untuk kegiatan amal.Seluruh keuntungan dari gerai itu dipakai untuk mendanai rumah Tahfidz, pesantren penghafal Al Quran dengan santri hampir 2.000 orang.Selain dari gerai itu, Jody juga menyumbangkan sebagian keuntungan dari unit usaha lainnya untuk mendanai tujuh rumah Tahfidz yang dikelolanya.”Saya dibantu teman-teman, tidak menanggung sendiri,” ujarnya merendah.Jody memang selalu tampak bersahaja dan merendah. Jika bertemu sepintas, sama sekali tidak terlihat sosok orang muda pemilik bisnis beromzet puluhan miliar rupiah per bulan. Bisnis yang dibangun dengan kerja keras sendiri, bukan warisan.Kerja keras dalam 12 tahun mengantarnya dari pemuda yang batal jadi arsitek tetapi menjadi raja steik. (as)


Sumber Refrensi:
http://fatimahoffpwd.blogspot.co.id/2013/04/kisah-sukses-bisnis-di-tebet-utara.html
http://entrepreneur.bisnis.com/read/20150519/263/434736/peluang-usaha-manisnya-berbisnis-radja-cendol
http://www.kompasiana.com/katabijak/4-cara-sukses-hari-tanusoedibyo_552a8b656ea834812d552d0f
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/gagal-di-bakso-rizka-sukses-di-bisnis-oleh-oleh
https://www.maxmanroe.com/tahu-jeletot-peluang-usaha-makanan-ringan-modal-kecil.html
http://www.ciputraentrepreneurship.com/kuliner/23725-gagal-jadi-arsitek-kini-jadi-juragan-steik.html